Blogger news

Tradisi Munggahan Penyambut Bulan Ramadhan

Sumber Foto : www.uinsgd.ac.id

Indonesia adalah negara yang memiliki keberagaman suku bangsa, dari Sabang sampai Merauke. Pada dasarnya hampir seluruh rakyat Indonesia adalah seorang pribumi. Meskipun terjadi beberapa kali bermigrasi dari tempat lain, namun secara turun temurun masyarakat yang ada di Indonesia sudah tinggal di wilayah Indonesia sejak dahulu dan mengganggap Indonesia sebagai tanah airnya. Sudah dapat dipastikan bahwa Indonesia memiliki adat istiadat yang beragam disetiap masing-masing daerahnya. Adat dapat dipahami sebagai tradisi lokal yang dapat mengatur interaksi antar masyarakat. Dalam ensiklopedi disebutkan bahwa adat merupakan "tradisi" atau "kebiasaan" masyarakat yang sudah dilakukan berulang kali dan terus turun-menurun dari leluhurnya. Kata "adat" seringkali digunakan tanpa membeda-bedakan mana yang mempunyai sanksi seperti "Hukum adat" dan mana yang tidak mempunyai sanksi atau biasa disebut dengan adat saja.

Tradisi masyarakat tumbuh dan berkembang sesuai dengan lingkungan sosialnya. tradisi masyarakat sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial, budaya, dan agama. Tradisi masyarakat dengan cirinya tumbuh dan berkembang secara turun temurun, biasanya tidak disertai aturan-aturan tertulis yang baku, namun wujudnya dalam bentuk lisan, perilaku dan kebiasaan tetap terjaga. Berbagai bentuk tradisi telah menjadi kajian para sosiolog dan antropolog sehingga mengandung interprestasi pemikiran bahwa setiap kelompok masyarakat memiliki tradisi kepercayaan tersendiri dimana tradisi tersebut diyakini kebenarannya secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang dinantikan seluruh umat Islam. Dalam penyambutan bulan Ramadhan masyarakat Indonesia memiliki berbagai tradisi yang saat ini masih dilaksanakan dan dilestarikan yaitu munggahan/punggahan.

Menurut tradisi Sunda Munggah berasal dari kata unggah yang berarti naik atau meningkat, yang konon pada zaman dahulu roh dan arwah nenek moyang atau kerabat yang sudah meninggal. Sedangkan menurut tradisi Jawa Munggah berarti naik yang mana masyarakat memaknai dengan menaikkannya catatan umat islam (catatan amal baik dan buruknya manusia) selama satu tahun terakhir hidup didunia ini. Sesuai dengan pengertiannya, kata munggah tersirat arti perihal perubahan ke arah yang lebih baik yang berasal dari bulan sya'ban menuju bulan Ramadhan untuk meningkatkan kualitas iman kita saat sedang berpuasa dalam bulan Ramadhan.

Namun, kebiasaan yang biasa terjadi ini pada tahun 90-an mulai luntur tetapi masih ada masyarakat yang tetap menjalankannya hingga saat itu. Semakin bertambahnya tahun, sebuah tradisi akan semakin luntur dari peradabannya dari setiap daerah masing-masing. Semua itu dapat terjadi karena meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang ilmu pengetahuan Agama dan pengaruh dari westernisasi yang terus masuk kedalam budaya di negara kita Indonesia, sehingga setiap tradisi-tradisi mulai luntur seiring dengan perkembangan zaman.

Seperti sekitar tahun 2010 hingga kini tahun 2023, perkembangan tradisi Munggahan sudah semakin pudar dan jumlah masyarakat yang mengimplementasikan tradisi ini mulai menurun dari tahun-tahun sebelumnya karena masyarakat mulai cuek dengan tradisi yang ada. Perkembangan tradisi Munggahan pada zaman sekarang sudah berbeda dengan zaman dahulu, karena sudah perkembangan teknologi yang semakin meningkat. Terutama bagi kaum milenial zaman sekarang ini tentunya tradisi Munggahan sudah jarang dilakukan lagi oleh mereka. Bahkan masyarakat tradisional yang sudah berusia kepala atas pun sudah mulai menghilangkan tradisi Munggahan dalam kebiasaannya.

Kebiasaan atau tradisi yang ada walaupun memang mulai luntur dengan adanya era modern sekarang harus tetap kita tinjau dalam prosesi tradisinya. Karena tradisi adalah kegiatan yang sudah dilakukan oleh orang bersejarah dan dapat dilakukan terus menerus dari generasi ke generasi sesuai kepercayaan masing-masing.

Tradisi Munggahan banyak dimaknai sebagai pengingat akan datangnya bulan Ramadhan. Munggahan dimaksudkan sebagai upaya pengingatan kembali (remembering) kepada manusia yang hidup bahwa saat itu amal-amalnya sedang dilaporkan kepada Allah. Ini berimplikasi pada adanya kesadaran tentang pertanggung jawabannya nanti di akhirat berdasarkan amal catatan yang sangat terinci itu.

Kita jangan langsung menganggap buruk sebuah tradisi walaupun tidak tertera dalam ilmu keagamaan. Karena, jika dilihat dari proses yang dilakukan pada saat tradisi Munggahan ketika masyarakat melakukan prosesi ziarah adalah mengingatkan kepada kita bahwa suatu saat nanti kita akan berada di posisi yang sama dengan leluhur yang sudah meninggal dunia. Hal itu dapat menyadarkan masyarakat agar lebih memperbaiki iman dan terus berada dalam jalan kebenaran di atas nama Allah SWT.

Selain tradisi ziarah, tahlilan adalah salah satu tradisi yang dilakukan dalam proses tradisi ziarah oleh masyarakat Indonesia. Tahlilan biasanya dilakukan di rumah atau masjid dengam membaca yasin, pembacaan doa-doa, membaca tahmid, membaca takbir.

Namun, secara dahulu, Rasulullah SAW tidak pernah mengajarkan bacaan tahlilan dengan cara seperti ini. Namun, jika dipahami maka tidak ada satupun bacaan dalam tahlilan yang melanggar syariat Islam. Semua doa dan dzikir sudah dianjurkan penggunaannya menurut syariat agama Islam.

Makna lain yang bisa dipelajari dalam proses tradisi Munggahan pada saat masyarakat melakukan kegiatan makan bersama dan berbagi dengan tetangga satu sama lain. Ada kebiasaan lain yang dapat diambil dari tradisi Munggahan perihal kebiasaan makan bersama adalah dengan menukar lauk yang dimiliki dengan milik tetangga yang lain. Akan sangat disayangkan, jika masyarakat membuat menu makanan dalam jumlah yang banyak tetapi makanan tersebut akan hambur karena masih banyak yang tersisa. Lebih baik dalam tradisi Munggahan ini kita dapat saling memberi manfaat kepada sesama manusia dengan saling berbagi makanan yang dipunya.

Menurut Ramadhani dan Abdoeh munggahan itu berarti naik ke tempat tinggi, yang berarti naik ke tempat yang lebih mulia yang dilakukan pada saat bulan Sya'ban dalam memasuki bulan Ramadhan yaitu bulan yang penuh dengan rahmat. Pada saat sedang berada dalam bulan Ramadhan, ibadah dengan hukum sunnah akan mendapatkan pahala yang sama saat melaksanakan ibadah dengan memiliki hukum wajib. Begitupun dengan ibadah yang memiliki hukum wajib dalam pelaksanaannya, maka pahala yang akan didapatkan adalah dengan berganda berkali lipat.

Dalam tradisi munggahan ini juga sering digunakan sebagai ajang bersilaturahmi, bahkan saudara dan kerabat yang berada di jauh tempat tinggalnya akan meluangkan waktunya untuk mengikuti tradisi Munggahan ini yang dilakukan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Dari hal ini saja sudah banyak sekali makna tradisi Munggahan yang dapat kita ambil perihal banyak hal.

Maka dari itu tradisi Munggahan ini bermaksud untuk memperoleh sikap semangat pada saat memasuki bulan Ramadhan. Banyak proses tradisi yang dilakukan ketika inhin melakukan tradisi Munggahan. Tradisi itu bisa berupa ziarah, nadran atau nyerkar ke makan dengan mengharap tersampaikan doa untuk menghapus dosa orang yang sudah mati. Selanjutnya, terdapat tradisi keramas atau membersihkan diri dengan mandi di tempat pemandiam umum atau bisa dilakukan di kamar mandi rumah. Kemudian, proses utama yang paling ditunggu adalah makan bersama atau orang sunda biasa menyebutnya botram. Setelah itu, ada pula proses yang diberi nama sidekah atau tahlilan yang dilakukan para lelaki atau orang tua bapak untuk mendoakan para leluhurnya, dan berharap dapat menjalankan ibadah puasa dengan lancar.

Tak bisa dipungkiri, semakin bertambahnya tahun maka tradisi Munggahan semakin hilang dari peradaban masyarakat. Realistisnya seperti kita sudah mengetahui ilmu pengetahuan lebih baik, maka dapat mengetahui bahwa tradisi Munggahan itu tidak terdapat dalam ajaran Rasulullah SAW, karena yang terpenting adalah bagaimana sikap kita dalam menghadapi datangnya bulan Ramadhan dengan memperbanyak untuk bersikap lebih baik dan melakukan amal-amalan seperti yang sudah di anjurkan.

Seperti yang diketahui, bahwa pada saat melakukan ibadah puasa, maka tingkat kesabaran sebagai manusia adalah kunci untuk dapat menjalankan puasa dengan lancar. Meskipun begitu, ada baiknya sebagai manusia yang hidup bermasyarakat untuk menerima segala perbedaan pendapat perihal tradisi Munggahan. Tradisi Munggahan juga dapat memberi manfaat tersendiri bagi kehidupan bersosialisasi antar masyarakat.


Penulis: Rifaldi Andzani

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© all rights reserved
made with by templateszoo