Blogger news

Mahasiswa Sebagai Motor, Mediator, serta Pembaharu Dalam Bernegara

Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi

Berangkat dari arti mahasiswa menurut Sarwono (1978) Mahasiswa merupakan calon seorang intelektual ataupun cendikiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat dalam masyarakat itu sendiri. Terlepas dari pengertian mahasiswa secara bahasa maupun terminologi, mahasiswa tentu punya peran dan fungsi dalam bernegara dan bermasyarakat. Secara historis sudah sering kita lihat dan mungkin telah kita rasakan dari peran serta fungsi mahasiswa yang sudah di lakukan oleh mahasiswa-mahasiswa terdahulu hingga mutakhir.

Khususnya di negeri tercinta Indonesia, mahasiswa sangat berpengaruh dan ikut andil dalam berbagai persoalan skala  nasional hingga kedaerahan, mahasiswa menjadi mitra bagi kelembagaan Negara yang berarti pemerintahan dan menjadi mitra pula bagi kemaslahatan masyarakat. Sejarah telah membuktikan bahwa peralihan kekuasaan itu dipelopori oleh gerakan-gerakan mahasiswa. Diawali dengan Boedi Oetomo jauh sebelum kemerdekaan. Boedi Oetomo adalah wadah perjuangan pertama di Indonesia memiliki struktur organisasi modern. Didirikan di Jakarta, 20 Mei 1908 oleh mahasiswa lembaga pendidikan STOVIA. Beberapa tahun setelahnya, tercipta Kemudian, Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) yang mendorong ide persatuan hingga melahirkan hari Sumpah Pemuda di tanggal 28 Oktober 1928.

Sejak kemerdekaan, masa orde lama munculah berbagai aliansi kelompok atau organisasi mahasiswa yang semakin massif dan marak, meski banyak yang berafiliasi dan dekat dengan partai politik. Misalnya, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan Partai Nasional Indonesia (PNI), Concrentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dekat dengan Masyumi. Hingga terbentuknya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) pada tahun 1960 yang merupakan bagian dari partai Nahdlatul Ulama, namun sepakat dengan makna filosofis PMII dengan mengatur kedinamisan  situasi politik nasional, melanjutkan konsepsi NU yang berhaluan Ahlussunah Wal Jamaah, memanifestaikan semangat nasionalisme.
 
Kemudian, pada tahun 1965-1966, beberapa aliansi kepemudaan dan organisasi mahasiswa Indonesia terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66. Terbentuk pula Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dalam menumbangkan orde lama, KAMI dipimpin oleh Zamroni dari PMII yang beranggotakan GMNI, PMKRI, PMII, dan Mapancas. Memasuki 1970, kritik terhadap Orde Baru mulai bermunculan. Diantaranya, ada seruan untuk tidak memilih (Golput) pada Pemilu 1972 karena Golkar dinilai curang dan dijadikan penopang kekuasaan rezim Soeharto. Motor dari gerakan ini adalah Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, hingga Asmara Nababan. Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada tahun 1972 juga menuai polemik karena penggusuran dilakukan secara besar-besaran. Selain itu, adanya isu kenaikan harga beras, hingga korupsi orang-orang rezim Soeharto juga memicu unjuk rasa dan demonstrasi di berbagai titik. Sedangkan demonstrasi besar dilakukan dalam memprotes kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka, hingga peristiwa Malari pada tanggal 15 Januari 1974.

Kemudian pada tahun 1974 terbentuklah Kelompok Cipayung, yang terdiri dari GMNI, PMII, HMI, GMKI, PMKRI. Menjadi popular dikalangan masyarakat, tentu karena kiprah peran dan terutama pikiran-pikiran kritis yang lahir, kerap dianggap sebagai cerminan Mahasiswa Indonesia dalam menyikapi politik. Didasari dari bubarnya KAMI, Kelompok Cipayung hadir dan eksis dalam menyikapi satu fenomena menariki dalam sejarah kerjasama antar organisasi mahasiswa. Menyatukan berbagai karakteristik dan paham serta menjadi wadah dalam menghadirkan dialektika yang nantinya diejawantahkan kedalam berbagai gerakan. Sebagai mitra starategis pun, berbagai alumnus Kelompok Cipayung bisa kita temukan di sektor-sektor pemerintahan, dosen, LSM, dan berbagai lembaga pengabdian masyarakat.

Berbagai aksi dan kelompok zaman rezim Soeharto hingga puncak gerakan mahasiswa di masa orde baru reszim Soeharto pada tahun 1998 menuntut untuk reformasi dan dihapuskannya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Lewat pendudukan gedung DPR/MPR, ribuan demonstran mahasiswa memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Dari Jakarta, unjuk rasa juga meluas hingga di berbagai daerah, dan tak jarang diwarnai bentrokan. Aksi dan bentuk protes dari sifat kritis nya mahasiswa dari zaman orde lama, orde baru hingga mutakhir telah menghiasi berbagai persoalan, perumusan dan sebagainya bagi keberlangsungan kenegaraan.

Dalam hubungan nya dengan pemerintah, mahasiswa menjadi mitra kritis dan strategis, dimana ranah-ranah kritis yang sekiranya perlu di evaluasi, diperbaiki serta dikaji kembali oleh pemerintah karena dirasa ada kekeliruan dan cacat disana. Sejarah membuktikan bahwa mahasiswa melalui gerakan dan seruannya hingga mutakhir telah menghiasi dalam pengejawantahan dari mitra kritis bagi pemerintahan. Dalam mengisi mitra  strategis di berbagai kelembagaan dan  perumusan telah dijalankan dan diisi. Mahasiswa ikut andil dan bekerjasama dengan pemerintah sebagai perwujudan rakyat untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa dan negara, seperti mengisi pos-pos strategis lembaga negara, penentuan kebijakan, relawan dalm program-program pemerintah, serta turut dalam mensukseskan program pemerintah dengan berbagai bentuk peran.

Mahasiswa wajib menjadi mitra di masyarakat, dalam pengamalan nilai-nilai kemasyarakatan nya mahasiswa dalam sosio kemasyarakatan pun mempunyai peran yang cukup krusial walaupun peran tersebut dinamis. Kalau kita melihat dari teori Struktural Fungsionalisme bahwa sebuah sudut pandang luas dalam sosial dan antropologi yang berupa menafsirkan warga senagai sebuah bangun dengan bagianh-bagian yang saling bertalian. Hal tersebut menerangkan bahwa setiap tatanan di masyarakat mempunyai tugas dan perannya masing-masing, jadi siapapun tidak berhak untuk menjustifikasi atas pekerjaan seseorang. Sedangkan mahasiswa pun dalam tatanan kemasyarakatan mempunyai fungsi dan tugas pula. Kalau dilihat dari Fungsi mahasiswa menurut Guardian of Value sebagai penjaga nilai-nilai masyarakat yang kebenerannya mutlak, yakni menjunjung tinggi keadilan, gotong royong, integritas serta empati dan sifat yang dibutuhkan masyarakat. Berarti mahasiswa dituntut untuk mampu berpikir secara ilmiah tentang nilai-nilai yang mereka jaga, dan bertanggung jawab mengamalkan nilai tersebut. Seiras pula menurut Moral Force yakni diwajibkan untuk mereka memiliki moral yang baik, tingkat intelektual seorang mahasiswa akan disejajarkan dengan tingkat moralitas dalam bermasyarakat. Hal ini diyakini karena orang yang memiliki pendidikan tinggi dapat dijadikan kekuatan dan morall bangsa yang diharapkan mampu menjadi sosok penggerak atau motor dalam perbaikan moral di kehidupan bermasyarakat.

Sebagai mediator dan pembaharu dalam bernegara, mahasiswa bisa menjadi solutan untuk berbagai program-program yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Mahasiswa bisa menjadi penyambung lidah dan memberikan pemahaman serta sosialisasi kepada masyarakat. Mahasiswa menjadi garda terdepan untuk bisa mensinergikan berbagai persoalan di masyarakat. Mahasiswa pun mempunyai tiga peranan istimewa.

Peran mahasiswa sebagai Social Control. Mahasiswa yang memiliki kemampuan intelektual, serta kepekaan sosial dari sikap kritisnya, diharapkan mampu menjadi pengontrol sebuah kehidupan sosial dalam bermasyarakat dengan memberikan solusi, untuk permasalahan sosial kemasyarakatan maupun permasalahan bangsa. Dari banyaknya manusia yang sudah berpendidikan tinggi kebanyakan acuh dan juga tidak peduli dengan lingkungannya, maka hal tersebut menjadi pr bagi mahasiswa bagaimana cara menghegomoni yang lain. Kepedulian dan kepekaaan sosial sudah seharusnya tumbuh di diri mahasiswa. Selanjutnya Mahasiswa sebagai Agent of Change. Sebagai yang berpendidikan tinggi juga harus bisa memberikan perubahan signifikan kearah yang baik. Bukan hanya menjadi penggagas perubahan, tetapi juga menjadi objek dan pelaku perubahan.
 
Peran mahasiswa sebagai Iron Stock. Mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa, diharapkan memiliki kemampuan, ketrampilan, serta akhlak mulia yang nantinya akan menjadi pemimpin tauladan. Bukan hanya sebagai kaum cendikiawan atau akademisi, mahasiswa juga harus memperkaya diri dengan berbagai ranahan pengetahuan baik dari segi keprofesian maupun kemasyrakatan. Hal tersebut nantinya akan benar-benar menjadikan mahasiswa sebagai pembaharu atas peradaban dan perubahan sosial. Tentu mahasiswa perlu Menjadi pembaharu atas kondisi-kondisi yang dan harus menjawab atas perubahan sosial yang saat ini telah kita rasakan baik soliditas mekanistik maupun organistik. 


Shina Nureni Nazilah

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© all rights reserved
made with by templateszoo