Blogger news

Mafia, Negara, dan Rakyat

Indonesia didirikan oleh ibu dan bapak pendiri bangsa sebagai negara kesatuan berbentuk republik. Dalam republik, negara bertindak sepenuhnya untuk kepentingan publik. Namun, kemunculan mafia telah merobek – robek cita – cita mulia pendirian negara republik ini sehingga kepentingan publik, terutama kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, terabaikan dari tujuan penyelenggaraan negara. 
Republik untuk kepentingan politik ini dikepung oleh jaringan mafia yang beroperasi di hampir semua lini penyelenggara negara. Nomenklatur dan praktik mafia telah menjadi inheren dari penyelenggaraan kehidupan bernegara, mulai dari mafia, anggaran, pajak, tanah, tambang, hingga mafia peradilan dan hukum. Hampir tiada ruang dalam penyelenggaraan negara yang terbebas dari praktik dan jarigan kejahatan mafia.
Mafia peradilan menjadi representasi terburuk dari praktik dan jaringan kejahatan mafia yang begitu sistematik dan terinstitusionalisasikan dalam negara karena "sebagian besar suap dibayarkan sebagai bagian dari jaringan kompleks pengaturan yang terorganisasi dengan baik yang melibatkan sejumlah pelaku yang korup, bukan hanya segelintir individu yang nakal. 
Inilah praktik mafia peradilan yang merusak sendi – sendi Republik Indonesia sebagai negara hukum. Mafia tidak pernah patuh pada hukum legal, tetapi pada praktik ilegal yang ditempuh melalui jalan suap dan korupsi. 
Optimisme tentang perwujudan Indonesia sebagai negara maju justru menghadapi hambatan internal dari mereka yang hanya berpikir untuk menikmati kesejahteraan dan kemewahan pribadi melalui kejahatan mafia di tengahh kemiskinan dan kemelaratan rakyatnya. Publik, utamanya rakyat kecil, menjadi korban dari praktik mafia dalam negara. 
Praktik dan jaringan kejaharan mafia telah membuat gerak maju republik ini berjalan amat sangat lambat dan terseok – seok sehingga rakyat tidak segera dapat menikmati janji – janj kemerdekaan yang diamanahkan oleh pendiri bangsa lebih dari 77 tahun. 
Praktik mafia terbukti merusak inti republik yang diabdikan untuk kepnetikan publik, terutama rakyat kecil. Janji prolamator dan pendiri republik, Soekarno, pada 1 juni 1945 bahwa "tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka" harus menjadi kesadaran kolektif seluruh pemimpin untuk membebaskan rakyat dari kemiskinan, kekurangan gizi, dan keterbelakangan, dan sekaligus merealisasikan janji kemakmuran dan kesejahteraan dalam kehidupan rakyat kecil. 
Penulis : Muhammad Rafli Ashar 
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung 

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© all rights reserved
made with by templateszoo