Demokrasi bukan jargon, melaikan praktik politik, yang dilakukan oleh semua, baik aktor politik formal maupun informal. Karena itu, membahas lembaga negara tak lepas dari menelaah bagaimana politisi bekerja.
Kepercayaan publik pada lembaga negara memang sangat dipengaruhi kinerja mereka. Akan tetapi, jangan lupa, lembaga negara bukanlah entitas yang bisa mengambil keputusan sendiri dalam menjalankan tugas dan perannya. Ia bertindak berdasarkan alasan – alasan kelembagaan yang sangat bergantung pada faktor politik, seperti siapa yang dipilih aktor politik untuk menduduki jabatan pimpinan dan relasinya dengan lembaga negara lain.
Kita ingar bagaimana KPK "diizinkan" lahir melalui UU KPK pada 2002 yang didahului oleh ketetapan MPR pada 1999. Pada saat KPK dianggap terlalu efektif menyerang politisi, KPK "dibunuh" melalui revisi UU KPK dan pemilihan komisionernya pada 2019.
Menggunakan kerangka Sheldon S Wolin (2008) tentang demokrasi terkelola (managed democracy) yang mirip dengan demokrasi liberal, Asshoddiqie memberikan konteks situasi terkini Indonesia yang menunjukan adanya "totalitarianisme baru". Penyumbang terbesar pada situasi ini adalah aktor – aktor politik formal yang tidak diimbangi etika politik dalam hal benturan kepentingan, pertikaian politik di hadapan publik, dan komitmen mereka pada prinsip negara hukum.
Penulis : Muhammad Rafli Ashar
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
Tidak ada komentar
Posting Komentar